Yogyakarta, - Jumat pekan lalu, warga Kinahrejo,
Cangkringan Sleman memperingati seribu hari wafatnya juru kunci Merapi,
Mbah Maridjan atau Suraksohargo bersama warga Kinahrejo yang meninggal
saat erupsi pertama 2010 lalu.
Peringatan 1.000 hari ini
berdasarkan perhitungan penanggalan Jawa jatuh pada hari Jumat kemarin.
Ratusan warga Kinahrejo termasuk istri Mbah Maridjan dan anak Mbah
Maridjan, Mas Lurah Suraksosihono atau Asihono turut serta melakukan doa
bersama di bekas petilasan rumahnya.
Munculan kepulan asap
setinggi 1.000 meter, Senin (22/7/2013) di pagi hari disertai hujan abu,
ada warga yang mengaitkan peristiwa itu dengan peringatan 1.000 hari
meninggalnya warga lereng Merapi saat erupsi 3 tahun lalu.
"Kami
sekeluarga sempat khawatir setelah subuh terjadi hujan abu. Kami sempat
pergi mengungsi hingga daerah Manisrenggo," kata Iswanto warga Kemalang
Klaten.
Menurut Iswanto sebelum hujan abu atau saat sahur
menjelang subuh, sempat terdengar suara gemuruh dari puncak. Warga
langsung keluar rumah dan mulai bersiap mengungsi.
"Asapnya pekat, coklat agak kemerahan tapi tidak seperti peristiwa tahun 2010 lalu yang disertai kilatan api ke atas," katanya.
Iswanto
menganggap peristiwa tadi pagi ada kaitannya dengan 1.000 hari
meninggalnya warga Merapi saat erupsi pertama pada akhir bulan Oktober
2010. Dirinya baru menyadari setelah turun hingga di daerah Manisrenggo
di rumah salah satu keluarganya.
"Ini bisa saja menjadi pertanda
alam saja. Lagi pula siklus Merapi kan 3-5 tahunan. Tapi saya percaya
ini ada kaitannya antara dua peristiwa itu. Peristiwa itu bisa menjadi
pertanda agar kita tetap waspada," kata Iswanto yang juga berprofesi
sebagai guru ilmu kebatinan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar